Hukum, Syarat dan Cara Badal Umroh
umrohpromo.co.id – Dari sekian banyak orang mungkin tidak seberuntung Anda yang masih bisa melaksanakan umroh semasa hidupnya. Banyak dari orang tua kita yang tidak sempat melaksanakan ibadah haji ataupun umroh di dua kota suci Makkah Al Mukarromah dan Madinah Al Munawaroh. Namun, Anda bisa melakukan ibadah haji dan umroh untuk mereka dimana kegiatan ini biasa disebut badal haji atau badal umroh.
Badal haji atau badal umroh bisa dilakukan bukan hanya untuk orang yang sudah meninggal, tetapi juga untuk orang yang memiliki uzur atau sudah tua renta dan sakit-sakitan sehingga sudah tidak memungkinkan untuk pergi ke Baitullah. Badal haji dan badal umroh memiliki sayarat yang sama, tetapi untuk tahapannya tentu ibadah haji dan umroh memiliki tahapan yang berbeda.
Hukum Badal Umroh
Badal atau mengumrohkan orang lain sebenarnya tidak ada dalil langsung yang menyebutkan kebolehannya. Namun, para ulama terdahulu mengqiyaskannya dengan hukum badal haji. Badal haji memiliki dalil yang jelas dari hadist Rasulullah salallahu’alayhi wa sallam.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas nama Syubrumah.”)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Memangnya siapa Syubrumah?”
Ia menjawab, “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?”
Ia menjawab, “Belum.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memberi saran, “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud, no. 1811 di sahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Para fuqaha (ahli fiqih) secara umum membolehkan menunaikan umroh untuk orang lain karena umroh sama halnya dengan haji boleh ada badal di dalamnya. Karena haji dan umroh sama-sama ibadah badan dan harta. Namun beberapa ulama besar berbeda mengenai rincian syarat-syaratnya.
Syarat dan Ketentuan Badal Umroh
1. Tidak sah menggantikan ibadah haji atau umroh orang yang fisiknya masih mampu melakukan ibadah tersbut.
Ulama terdahulu, Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa siapa yang punya kewajiban menunaikan haji dan ia mampu untuk berangkat haji, maka tidak sah jika orang lain yang menghajikan dirinya.”
2. Badal umroh hanya untuk orang sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, atau untuk orang yang tidak mampu secara fisik, atau untuk orang yang telah meninggal dunia.
3. Membadalkan umroh bukan untuk orang yang tidak mampu secara harta.
Karena hukum wajibnya berhaji atau umroh hanya untuk orang yang mampu juga dari segi finansial. Jadi jika yang dibadalkan haji atau umrohnya itu miskin (tidak mampu dilihat dari hartanya), maka gugur kewajibannya. Membadalkan umroh hanya untuk orang yang tidak mampu secara fisik saja.
4. Orang yang membadalkan umroh harus yang telah menunaikan umroh terlebih dahulu.
Begitupun badal haji, tidak boleh seseorang membadalkan haji orang lain kecuali ia telah menunaikan haji yang wajib untuk dirinya. Jika ia belum berhaji untuk diri sendiri tetapi ia menghajikan orang lain, maka hajinya akan jatuh pada dirinya sendiri.
5. Wanita boleh membadalkan umroh pria, begitupun sebaliknya.
Maka bagi anak perempuan yang ingin membadalkan umroh ayahnya yang sudah meninggal, sah hukumnya. Begitupun anak laki-laki yang membadalkan umroh ibunya yang sudah meninggal.
6. Tidak boleh membadalkan umroh dua orang atau lebih sekaligus dalam sekali ibadah.
Saat ini banyak biro badal haji dan umroh dari Indonesia yang ada di Mekkah membuka jasa badal. Namun, dalam rangka bisnis, untuk menekan biaya, sebagian mereka membadal haji dan umrohkan sekaligus dua sampai 10 orang. Hal tersebut tentunya keluar dari batas syariat. Jadi jangan sampai tertipu dengan sindikat para penipu dalam ibadah badal haji dan umroh.
BACA : Pengertian Ibadah Umroh |
---|
Tata Cara Badal Umroh
Dalam melaksanakan badal umroh, Anda diharuskan beribadah umroh dahulu untuk diri sendiri. Mulai dari urutan ihram umroh dari miqot yang Anda lewati. Kemudian, jika Anda telah menyempurnakan umroh untuk diri Anda, dengan thawaf dan sa’i serta tahalul (memendekkan rambut), maka Anda dapat keluar ke Tan’im atau tempat lainnya di tanah halal (di luar tanah haram).
Kemudian Anda ihram umroh untuk orang yang dibadalkan umrohnya tersebut. Semisal ayah Anda, maka lafadz ihram umroh atau niat umroh yang diucapkan ialah, “Labbaika Allahumma bi Umratin an Abii.” Kemudian Anda thawaf dan sa’i serta memendekkan rambut lagi.
Ketua dewan fatwa Saudi Arabia terdahulu, Syekh Bin Baz berkata, “Jika Anda ingin menunaikan umroh untuk diri Anda dan untuk orang lain yang telah meninggal dunia, atau untuk orang yang sudah tidak mampu fisiknya, maka yang wajib Anda lakukan adalah Anda ihram dari miqot yang Anda lewati. Jika Anda selesai melakukan amalan umroh atau haji, maka tidak mengapa bagi anda untuk umroh untuk diri Anda dari tanah halal terdekat. Seperti Tan’im, Ja’ronah, dan sebagainya.
Anda tidak diharuskan kembali ke miqot. Karena dahulu Aisyah radhiallahu anha melakukan ihram umroh dari miqot Madinah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam haji Wada. Setelah selesai melaksanakan haji dan umrohnya, dia minta izin kepada Nabi untuk melakukan umroh secara tersendiri (tidak digabung dengan haji).
Maka Rasulullallah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan saudaranya Abdurrahman untuk mengantarkannya pergi ke Tan’im, kemudian dia umroh setelah haji. Beliau tidak memerintahkannya untuk kembali ke miqot. Sebelumnya dia telah memasukkan niat ke dalam umrohnya yang ihramnya dia lakukan di miqot, berdasarkan perintah Raslullah shallallahu alaihi wa sallam, karena dia mengalami haidh sebelum menunaikan amalan umrohnya.